Translate

Minggu, 28 Desember 2014

Perilaku Agresif Remaja Dalam Perspektif Psikologi Sosial

 
Akhir-akhir ini muncul berbagai berita yang berkaitan dengan perkelahian apalagi sampai berujung pada tindak kekerasan. Maraknya tingkah laku agresif kelompok remaja kota merupakan sebuah fenomena yang menarik untuk dibahas. Perkelahian antar pelajar yang pada umumnya masih remaja merugikan berbagai pihk, dan perlu upaya untuk mencari jalan keluar dari masalah ini, atau setidaknya mengurangi.
Jackmania sebutan bagi suporter klub sepak bola Persija Jakarta, terlibat dalam aksi pembakaran sejumlah mobil dan membuat ulah lain yang sangat mengganggu keamanan setelah selesai pertandingan grand final Persija melawan Persipura Papua di mana Persija Jakarta pada waktu itu kalah. Masalah yang lebih menarik lagi adalah para pelajar SLTA di Jakarta dan kota-kota besar lain di Indonesia sering tawuran dan seolah-olah bangga dengan perilakunya tersebut. Tidak hanya pelajar tingkat sekolah menengah saja yang terlibat tawuran, mahasiswa juga sering terlibat tawuran dengan sesama rekannya.
Perkembangan teknologi yang terpusat pada kota-kota besar mempunyai hubungan yang erat dengan meningkatnya perilaku agresif yang dilakukan oleh remaja kota. Banyaknya tontonan yang menggambarkan perilaku agresif dan games yang bisa dimainkan di playstation atau komputer diduga bisa mempengaruhi perilaku. Inti dari pengaruh kelompok terhadap agresivitas pelajar di kota besar seperti Jakarta yaitu identitas kelompok yang sangat kuat yang menyebabkan timbul sikap negatif dan mengeksklusifkan kelompok lain.
TEORI
Tawuran antar pelajar bisa dimasukkan dalam beberapa kategori, antara lain: perilaku agresif, penyimpangan, kenakalan remaja, dan perkelahian massal.
Perilaku Agresif
Secara sepintas setiap perilaku yang merugikan atau menimbulkan korban pada pihak orang lain dapat disebut sebagai perilaku agresif. Peran kognisi sangat besar dalam menentukan apakah suatu perbuatan dianggap agresif (jika diberi atribusi internal) atau tidak agresif (dalam hal atribusi eksternal). Dengan atribusi internal yang dimaksud adalah adanya niat, intensi, motif, atau kesengajaan untuk menyakiti atau merugikan orang lain. Dalam atribusi eksternal, perbuatan dilakukan karena desakan situasi, tidak ada pilihan lain, atau tidak disengaja (Sartono, 2002).
Pengaruh kelompok terhadap perilaku agresif, antara lain adalah menurunkan hambatan dari kendali moral. Selain karena faktor ikut terpengaruh, juga karena ada perancuan tanggung jawab (tidak merasa ikut bertanggung jawab karena dikerjakan beramai-ramai), ada desakan kelompok dan identitas kelompok (kalau tidak ikut dianggap bukan anggota kelompok), dan ada deindividuasi (identitas sebagai individu tidak akan dikenal) (Staub dalam Kartono, 1986). Karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok maka dapatlah dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga (Hurlock, 1980).
Penyimpangan
Penyimpangan (deviasi) diartikan sebagai tingkah laku yang menyimpang dari tendensi sentral atau ciri-ciri karakteristik rata-rata populasi. Konsep deviasi hanya berarti apabila ada deskripsi dan pembahasan yang tepat mengenai norma sosial. Sedangkan norma sendiri berati kaidah aturan pokok, ukuran, kadar atau patokan yang diterima secara utuh oleh masyarakat guna mengatur kehidupan dan tingkah laku sehari-hari agar hidup terasa aman dan menyenangkan. Norma sosial adalah batas-batas dari variasi tingkah laku yang secara eksplisit dan implisit dimiliki dan dikenal secara retrospektif oleh anggota suatu kelompok.
Kenakalan Remaja
Istilah kenakalan remaja (juvenile deliquency) mengacu kepada rentang suatu perilaku yang luas, mulai dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial (seperti bertindak berlebihan di sekolah), pelanggaran (seperti melarikan diri dari rumah), hingga tindakan-tindakan kriminal (seperti mencuri). Demi tujuan-tujuan hukum, dibuat suatu perbedaan antara pelanggaran-pelanggaran indeks (index offenses) dan pelanggaran-pelanggaran status (status offenses). Pelanggaran-pelanggaran indeks adalah tindakan kriminal, baik yang dilakukan oleh remaja maupun orang dewasa. Tindakan-tindakan itu meliputi perampokan, penyerangan dengan kekerasan, pemerkosaan, pelacuran, dan pembunuhan. Pelanggaran-pelanggaran status adalah tindakan-tindakan yang tidak terlalu serius seperti lari dari rumah, bolos dari sekolah, dan ketidakmampuan mengendalikan diri.
Perkelahian Massal
Inti dari pengaruh kelompok terhadap agresivitas pelajar di kota besar seperti Jakarta atau terhadap agresivitas antar etnik di Bosnia Herzegovina adalah sama, yaitu identitas kelompok yang sangat kuat yang menyebabkan timbul sikap negatif dan mengeksklusifkan kelompok lain (Indrakusuma dan Denich dalam Kartono, 1886). Faktor-faktor yang mempengaruhi kegemaran berkelahi secara massal dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berlangsung melalui proses internalisasi diri yang keliru oleh remaja dalam menanggapi miliu di sekitarnya dan semua pengaruh dari luar. Perilaku merupakan reaksi ketidakmampuan dalam melakukan adaptasi terhadap lingkungan sekitar. Sedangkan faktor eksternal atau faktor eksogen dikenal pula sebagai pengaruh alam sekitar, faktor sosial atau faktor sosiologis adalah semua perangsang atau pengaruh luar yang menimbulkan tingkah laku tertentu pada remaja. Faktor eksternal terdiri atas: faktor keluarga, lingkungan sekolah, dan miliu. (Kartono, 1986).
PEMBAHASAN
Menurut Shaw dan Constanzo, ruang lingkup studi psikologi sosial salah satunya adalah pengaruh sosial terhadap proses individual (Sartono, 2002). Yang termasuk dalam golongan ini adalah bagaimana kehadiran orang lain, keberadaan seseorang dalam kelompok tertentu atau norma-norma yang berlaku dalam suatu masyarakat mempengaruhi persepsi, motivasi, proses belajar, sikap (attitude), atau sifat (atribusi) seseorang. Terjadinya kerusuhan antar suporter yang sebagian besar merupakan remaja dan perkelahian antar pelajar di kota-kota besar seperti Jakarta belum tentu karena niat atau motif pribadi tetapi lebih pada pengaruh kelompok (sosial).
Faktor Internal dan Eksternal
Faktor internal yang berlangsung melalui proses internalisasi diri yang keliru oleh remaja dalam menanggapi miliu di sekitarnya dan semua pengaruh dari luar. Perilaku mereka merupakan reaksi ketidakmampuan dalam melakukan adaptasi terhadap lingkungan sekitar. Sedangkan faktor eksternal atau faktor eksogen, dikenal pula sebagai pengaruh alam sekitar, faktor sosial atau faktor sosiologis adalah semua perangsang dan pengaruh luar yang menimbulkan tingkah laku tertentu pada remaja (tindak kekerasan, kejahatan, perkelahian massal, dan lain sebagainya).
Dengan semakin pesatnya usaha pembangunan, modernisasi, urbanisasi, dan industrialisasi yang berakibat semakin kompleksnya masyarakat sekarang, semakin banyak pula anak remaja yang tidak mampu melakukan penyesuaian diri terhadap berbagai perubahan sosial itu. Mereka lalu mengalami banyak kejutan, frustrasi, konflik terbuka baik internal maupun eksternal, ketegangan batin dan gangguan kejiwaan. Apalagi ditambah oleh semakin banyaknya tuntutan sosial, sanksi-sanksi dan tekanan sosial atau masyarakat yang mereka anggap melawan dorongan kebebasan mutlak dan ambisi mereka yang sedang menggebu-gebu.
Kehidupan di kota yang serba individualistis, materialistis dengan kontak-kontak sosial yang sangat longgar juga kontak dengan orang tua dan saudara-saudara sendiri yang mengakibatkan banyak disintegrasi sosial di tengah masyarakat, jelas pula menyebabkan disintegrasi pada pribadi anak remaja, karena mereka tidak mampu mencernakan hiruk-pikuk kejadian tersebut. Dan di mata anak muda, masyarakat dewasa tidak mau tahu akan kesulitan para remaja, juga tidak sudi menolong mereka. Sebagai penyaluran dari kecemasan dan ketegangan batin tersebut, anak-anak muda lalu mengembangkan pola tingkah laku agresif dan eksplosif. Kemudian terjadilah aksi-aksi bersama dalam kelompok-kelompok, saling baku hantam, dan perkelahian antar sekolah dengan menampilkan inti permasalahan batin sendiri, yaitu dorongan untuk menampilkan egonya yang terasa lumat ‘terinjak-injak’ dan hanyut tidak berarti di tengah masyarakat.
Jadi, tingkah laku delikuen, ugal-ugalan, berandalan, bahkan sering menjurus kepada kriminalitas itu merupakan kegagalan sistem pengontrolan diri remaja terhadap dorongan-dorongan instingtifnya. Pandangan psikoanalisis menyatakan bahwa semua gangguan psikiatris termasuk pula proses pengembangan anak remaja menuju kepada kedewasaan serta proses adaptasinya terhadap tuntutan lingkungan sekitar ada pada individu itu sendiri berupa: konflik batiniah, permasalahan intrapsikis, dan menggunakan reaksi frustrasi negatif atau mekanisme pelarian dan pembelaan diri yang salah. Semua mekanisme reaktif tersebut di atas sangat tidak sehat sifatnya dan dampaknya amat merisaukan anak jiwa remaja bahkan bisa membuat mereka salah tingkah, dan menggunakan mekanisme reaksi frustrasi negatif. Beberapa reaksi frustrasi negatif yang bisa menyebabkan anak remaja salah ulah ialah: agresi, regresi, fiksasi, rasionalisasi, pembenaran diri, proyeksi, teknik anggur masam, teknik jeruk manis, identifikasi, narsisme, dan autisme.
Faktor eksternal yang menyebabkan kenakalan remaja yaitu:
Faktor Keluarga
- Baik buruknya rumah tangga atau berantakan dan tidaknya sebuah rumah tangga
- Perlindungan lebih yang diberikan orang tua
- Penolakan orang tua, ada pasangan suami istri yang tidak pernah bisa memikul tanggung jawab sebagi ayah dan ibu
- Pengaruh buruk dari orang tua, tingkah laku kriminal, asusila
Faktor Lingkungan Sekolah
Lingkungan sekolah yang tidak menguntungkan bisa berupa bangunan sekolah yang tidak memenuhi persyaratan, di antaranya adalah:
- Tanpa halaman bermain yang cukup luas
- Tanpa ruangan olah raga
- Minimnya fasilitas ruang belajar
- Jumlah murid di dalam kelas yang terlalu banyak dan padat
- Ventilasi dan sanitasi yang buruk dan lain sebagainya
Faktor Miliu
Lingkungan sekitar yang tidak selalu baik dan menguntungkan bagi pendidikan dan perkembangan remaja.
Dari semua hal di atas dapat dianalisa beberapa predikator kenakalan meliputi identitas (identitas negatif), pengendalian diri (derajat rendah), usia (telah muncul pada usia dini), jenis kelamin(laki-laki), harapan-harapan bagi pendidikan (harapan-harapan yang rendah, komitmen yang rendah), nilai rapor sekolah (prestasi yang rendah pada kelas-kelas awal), pengaruh teman sebaya (pengaruh berat, tidak mampu menolak), status sosial ekonomi (rendah), peran orang tua (kurangnya pemantauan, dukungan yang rendah, dan disiplin yang tidak efektif), dan kualitas lingkungan (perkotaan, tingginya kejahatan, tingginya mobilitas). Konformitas dengan tekanan teman-teman sebaya pada masa remaja dapat bersifat positif maupun negatif. Umumnya remaja terlibat dalam semua bentuk perilaku konformitas yang negatif seperti: menggunakan bahasa yang jorok, mencuri, merusak, dan sebagainya. Kenakalan remaja dan perkelahian massal itu merupakan refleksi dari perbuatan orang dewasa di segala sektor kehidupan yang penuh bayang-bayang hitam dan pergulatan seru (penuh intrinsik, kekejaman, kekerasan, nafsu kekuasaan, kemunafikan, kepalsuan, dan lain-lain) yang terselubung rapi dengan gaya yang elegan dan keapikan.
Dinamika Psikologis
Piaget yakin bahwa pemikiran operasional formal berlangsung antara usia sebelas hingga lima belas tahun. Pemikiran operasional formal lebih abstrak daripada pemikiran seorang anak. Selain abstrak, pemikiran remaja juga idealistis. Remaja mulai berpikir tentang ciri-ciri ideal bagi mereka sendiri dan orang lain dengan standar-standar yang ideal ini. Remaja lazim menjadi tidak sabar dengan standar-standar yang ideal yang baru ditemukan ini dan dibingungkan oleh banyak standar ideal yang diadopsi.
Perubahan-perubahan yang mengesankan dalam kognisi sosial menjadi ciri perkembangan remaja. Pemikiran remaja bersifat egosentris. Menurut David Elkind egosentrisme remaja memiliki dua bagian yaitu penonton khayalan dan dongeng pribadi. Penonton khayalan ialah keyakinan remaja bahwa orang lain memperhatikan dirinya sebagaimana halnya dengan dirinya sendiri. Perilaku mengundang perhatian, umum terjadi pada masa remaja, mencerminkan egosentrisme dan keinginan untuk tampil di atas pentas, diperhatikan, dan terlihat. Dongeng pribadi ialah bagian dari egosentrisme remaja yang meliputi perasaan unik seorang anak remaja. Rasa unik pribadi remaja membuat mereka merasa bahwa tidak seorang pun dapat mengerti bagaimana perasaan mereka sebenarnya. Beberapa ahli perkembangan yakin bahwa egosentrisme dapat menerangkan beberapa perilaku remaja yang nampaknya ceroboh.
Gangguan-gangguan atau kelalaian-kelalaian orang tua dalam menerapkan dukungan keluarga dan praktek manajemen secara konsisten berkaitan dengan perilaku anti sosial anak-anak dan remaja. Dukungan keluarga dan praktek-praktek manajemen ini mencakup pemantauan tempat remaja berada, penggunaan bagi disiplin yang efektif bagi perilaku anti sosial, keterampilan-keterampilan pemecahan masalah yang efektif, dan dukungan bagi pengembangan keterampilan-keterampilan pro sosial. Dalam hal ini pola asuh juga mempengaruhi perilaku anti sosial remaja.
Pencegahan dan Penanganan
Banyak upaya yang telah dilakukan untuk mengurangi kenakalan remaja. Upaya-upaya ini meliputi bentuk-bentuk psikoterapi individual dan kelompok, terapi keluarga, modifikasi perilaku, rekreasi, pelatihan kejuruan, sekolah-sekolah alternatif, perkemahan dan berperahu di alam terbuka, penahanan dan pembebasan bersyarat, program kakak asuh, organisasi komunitas, dan lain-lain.
Walaupun hanya sedikit model yang diidentifikasi sukses untuk mencegah dan berperan untuk penanganan kenakalan, banyak pakar di bidang kenakalan remaja sepakat bahwa poin-poin berikut ini perlu diuji lebih seksama sebagai cara yang mungkin diterapkan untuk pencegahan dan penanganan kenakalan remaja:
- Program harus lebih luas cakupannya daripada hanya sekedar berfokus pada kenakalan.
- Program harus memiliki komponen-komponen ganda, karena tidak ada satu pun komponen yang berdiri sendiri sebagai peluru ajaib yang dapat memerangi kenakalan.
- Program-program harus sudah dimulai sejak awal masa perkembangan anak untuk mencegah masalah belajar dan berperilaku.
- Sekolah memainkan peranan penting.
- Upaya-upaya harus diarahkan pada institusional daripada pada perubahan individual, yang menjadi titik berat adalah meningkatkan kualitas pendidikan bagi anak-anak yang kurang beruntung.
- Memberi perhatian kepada individu secara intensif dan merancang program unik bagi setiap anak merupakan faktor yang penting dalam menangani anak-anak yang berisiko tinggi untuk menjadi nakal.
- Manfaat yang didapatkan dari suatu program sering kali hilang saat program tersebut dihentikan, oleh karenanya perlu dikembangkan program yang sifatnya berkesinambungan.
Upaya menyembuhkan gejala patologis pada kenakalan remaja dan perkelahian massal yang dikemukakan Kartini Kartono adalah sebagai berikut:
- Banyak mawas diri, melihat kelemahan dan kekurangan sendiri, dan melakukan koreksi terhadap kekeliruan yang sifatnya tidak mendidik dan menuntun itu.
- Memberi kesempatan kepada remaja untuk beremansipasi dengan cara yang baik dan sehat.
- Memberikan bentuk kegiatan dan pendidikan yang relevan dengan kebutuhan remaja zaman sekarang serta kaitannya dengan pengembangan bakat dan potensi remaja.
KESIMPULAN
Dari teori dan pembahasan di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa:
a. Derajat kejahatan anak remaja berkorelasi akrab dengan proses industrialisasi sehingga jumlah kejahatan anak remaja lebih banyak di kota-kota besar.
b. Kondisi lingkungan atau pengaruh kelompok merupakan salah satu penyebab timbulnya perilaku agresif.
c. Identitas kelompok yang sangat kuat yang menyebabkan timbul sikap negatif dan mengeksklusifkan kelompok lain merupakan salah satu penyebab terjadinya agresivitas kelompok remaja kota.
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi kegemaran berkelahi secara massal dibagi menjadi dua, yaitu: faktor internal dan faktor eksternal.
e. Faktor internal adalah faktor yang berlangsung melalui proses internalisasi diri yang keliru oleh remaja dalam menanggapi miliu di sekitarnya dan semua pengaruh dari luar. Perilaku mereka merupakan reaksi ketidakmampuan dalam melakukan adaptasi terhadap lingkungan sekitar.
f. Faktor eksternal atau faktor eksogen yang dikenal pula sebagai pengaruh alam sekitar, faktor sosial atau faktor sosiologis adalah semua perangsang dan pengaruh luar yang menimbulkan tingkah laku tertentu pada remaja (tindak kekerasan, kejahatan, perkelahian massal dan sebagainya).
g. Kenakalan remaja dan perkelahian massal itu merupakan refleksi dari perbuatan orang dewasa di segala sektor kehidupan yang dipenuhi bayang-bayang hitam dan pergulatan seru (penuh intrinsik, kekejaman, kekerasan, nafsu kekuasaan, kemunafikan, kepalsuan dan lain-lain) yang terselubung rapi dengan gaya yang elegan dan keapikan
h. Kenakalan remaja dan perkelahian massal merupakan proses peniruan atau identifikasi anak remaja terhadap segala gerak-gerik dan tingkah laku orang dewasa ‘modern dan berbudaya’ sekarang ini.
i. Upaya kita menyembuhkan gejala patologis pada kenakalan remaja dan perkelahian massal yaitu:
• Banyak mawas diri, melihat kelemahan dan kekurangan sendiri, dan melakukan koreksi terhadap kekeliruan yang sifatnya tidak mendidik dan menuntun itu.
• Memberi kesempatan kepada remaja untuk beremansipasi dengan cara yang baik dan sehat.
• Memberikan bentuk kegiatan dan pendidikan yang relevan dengan kebutuhan remaja zaman sekarang serta kaitannya dengan pengembangan bakat dan potensi remaja.

Pengaruh Tayangan Kekerasan Ditelevisi Terhadap Perilaku Agresif Remaja



Tayangan kekerasan
Kekerasan adalah tindakan yang tidak pantas dilakukan jika tidak memiliki alasan yang kuat dan jelas. Menurut P. Larellier ‘kekerasan dapat didefinisikan sebagai prinsip tindakan yang mendasarkan diri pada kekuatan untuk memaksa pihak lain tanpa persetujuan’ (Haryatmoko 2007). Istilah “kekerasan” juga mengandung kecendrungan agresif untuk melakukan prilaku yang merusak. Dalam kekerasan terkandung unsur dominasi terhadap pihak lain dalam berbagai bentuknya: fisik, verbal, moral, psikologis, atau melalui media gambar. Penggunaan kekuatan, manipulasi, fitnah, pemberitaan yang tidak benar, pengkondisian yang merugikan, kata-kata yang memojokkan, penghinaan merupakan salah satu ungkapan nyata kekerasan.
Prilaku remaja
Pengertian dari remaja adalah masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa (Iskandarsyah 2006). Pada masa remaja tidak hanya terjadi perubahan secara emosional saja tetapi juga terjadi perubahan secara fisik dan perkembangan seksual remaja. Masa remaja memiliki ciri-ciri tertentu yang dapat membedakan masa remaja dengan masa pertumbuhan yang lain seperti adanya perkembangan fisik, rasa keingintahuan yang besar, memiliki keinginan untuk dapat berkomunikasi dan mendapat kepercayaan dari orang-orang yang lebih dewasa darinya karena merasa sudah dapat bertanggung jawab, adanya perkembangan intelektual, dan sudah mulai berfikir mandiri. Pada umumnya masa remaja adalah masa dimana remaja sedang mencari jati diri atau identitas.
Pengertian prilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak langsung dapat diamati pihak luar (Notoadmojo 2003 dalam Nando 2011). Sedangkan prilaku remaja adalah kegiatan yang dilakukan oleh remaja yang terbentuk dengan pengaruh dari faktor perkembangan dalam diri remaja dari faktor perkembangan dalam diri remaja dan faktor perkembangan sosial di lingkungan sekitarnya.

Hubungan antara tayangan kekerasan pada televisi dengan prilaku agresif remaja.
Remaja merupakan fasesetelah kanak-kanak. “Masa remaja menunjukkan masa transisi dari kanak-kanak ke masa dewasa. Batas umurnya tidak dirinci dengan jelas, tetapi secara kasar berkisar antara umur 12 tahun sampai akhir belasan tahun ketika pertumbuhan,” (Atkinson dkk 1983 dikutip Virgin Valentine 2009).
Agresif menurut Baron (Koeswara, 1988) adalah tingkah laku yang ditunjukkan untuk melukai dan mencelakai individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. Prilaku agresif remaja memiliki keterkaitan dengan tayangan kekerasan pada televisi. Prilaku agresif dalam menonton film kekerasan dapat dilihat dari ekspresi ketika marah, reaksi terhadap prilaku agresi dari orang lain, dan perasaan yang muncul setelah berprilaku agresi. Namun hanya dengan menonton adegan kekerasan di film saja orang tidak langsung akan menjadi agresi.
Menurut David O. Sears, Jonathan LF, dan LA Peplau (1985) berbagai teori pisikologi sosial menyatakan bahwa kekerasan di televisi atau dalam film dapat meningkatkan agresif penontonnya. Agresi tidak hanya dilakukan untuk melukai korban secara fisik, tetpi juga secara psikis. Misalnya, melalui kegiatan yang menghina atau mencela.

Pengaruh televisi dengan prilaku remaja.
Kelebihan yang dimiliki oleh televisi dalam menyebarkan informasi dan menghibur khalayak dibandingkan dengan media massa yang lain menjadi faktor penting alasan keterkaitan khalayak dalam memenuhi kebutuhan mereka akan informasi, pengetahuan dan hiburan. Mereka mempresepsikan bahwa seluruh informasi yang mereka dapatkan dari televisi adalah benar. Selain itu, mereka merasa dengan menonton televisi mereka dapatberkomunikasi dengan banyak orang. Sehingga mereka lebih senang menonton televisi dari pada membaca buku.
Ketergantungan terhadap televisi terjadi pada seluruh kalangan usia khususnya kalangan remaja.Ketertarikan remaja untuk menonton televisi didorong oleh faktor rasa keingintahuan yang kuat akan segala sesuatu hal yang baru bagi remaja dilingkungan sekitar mereka. Dengan keadaan masa remaja yang sedang dalam masa transisi tersebut juga mempengaruhi tingkat emosional yang masih labil dalam beradaptasi dengan perubahan. Keadaan emosi remaja yang masih labil mempengaruhi tingkat emosional yang masih labil dalam beradaptasi dengan perubahan.
Keadaan emosi remaja yang masih labil tersebut maka dengan mudah mereka terpengaruh dengan faktor lain, salah satunya adalah pengaruh dari media elektronik. Menurut Valentine (2009) pengaruh televise terhadap remaja yakni : (1) pengaruh pada sikap yaitu tokoh pada televise biasanya digambarkan dengan sterotip. (2) pengaruh pada prilaku yaitu keinginan anak untuk meniru. Berdasarkan dari beragam tujuan yang dimiliki oleh remaja yang sedang dalam masa transisi untuk memenuhi kebutuhan mereka akan informasi. Cepat atau lambatnya proses terpengaruhnya prilaku remaja demgan ketergantungan mereka menonton televisi dapat dipengaruhi oleh intensitas atau frekuensi mereka dalam menonton televisi.
Berdasarkan pembahasan yang tertera diatas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa terdapat keterkaitan antara pengaruh dari kegiatan menonton televisi dengan prilaku agresif remaja. Dan dapat disimpulkan bahwa tayangan kekerasan mempengaruhi prilaku agresif remaja. Masa remaja merupakan masa dimana remaja sedang mencari identitas, maka dengan mudah terpengaruh faktor luar. Menonton tayangan kekerasan yang sering akan membuat remaja semakin terpacu untuk melakukan tindakan kekerasan. Dan dapat kita ketahui, remaja menjadi korban karena dibiarkan menyaring sendiri tayangan yang layak disaksikan dan yang tidak dapat disaksikan. Hal ini terlihat adanya perubahan prilaku baik berupa pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Kemudian, saran yang dapat diberikan oleh penulis dengan adanya pembahasan diatas adalah remaja lebih cermat dalam memilih informasi yang bermanfaat dan berdampak positif bagi dirinya sendiri. Disarankan agar remaja mencari kegiatan-kegiatan yang lebih bermanfaat untuk mengurangi intensitas menonton televisi. Remaja sudah harus pintar dalam memilih lingkungan bergaul yang dapat membawa pengaruh negatif atau positif. Pihak televisi sebaiknya mengontrol tayangannya agar tidak menampilkan tayangan yang terlalu banyak menampilkan adegan kekerasan.

Selasa, 23 Desember 2014

agresivitas


A.    Pengertian  Agresivitas
Agresivitas merupakan konsep dinamis yang terkait dengan tahap perkembangan individu. Menurut pendapat Baron dan Byrne (2005:136)  bahwa agresivitas merupakan tindakan agresi dan pelanggaran yang meyebabkan atau di maksudkan untuk meyebabkan penderitaan dan menyakiti orang lain. Menurut Bandura (2009:150) agresivitas sebagai tingkah laku sosial yang di pelajari  atau salah satu pemahamannya adalah tingkah laku agresi merupakan bentuk tingkah laku yang rumit. Menurut Krahe  (2005:16) agresivitas merupakan segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti atau melukai makhluk hidup lain baik dengan verbal maupun non verbal. Dan menurut Breakwell (1998:17) mendefinisikan agresif sebagai bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti atau merugikan seseorang yang bertentangan dengan kemauan orang lain.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa agresivitas merupakan pakan perilaku yang melukai orang lain atau siksaan yang disengaja untuk menyakiti orang lain.
B.     Aspek- aspek Agresivitas 
 Menurut Wills (2010:123) mengatakan bahwa persepsi terhadap tayangan ditelevisi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi kepada individu yang mengaitkan beberapa aspek persepsi sebagai efek dari penyiksaan, perkelahian, dan pembunuhan yang menyebabkan perilaku meniru, reaksi emisional, dan kecendrungan prilaku agresif. Lebih lanjut Menurut Taylor (2009:524-526) aspek persepsi terhadap tayangan kekerasan ditelevisi terdiri dari beberapa aspek, antara lain:
a.       Aspek kognitif
 Aspek kognitif mengenai tayangan kekerasan berupa citra atau persepsi yang dibangun individu saat dan sesudah menonton tayangan kekerasan ditelevisi. Persepsi tentang dunia dipengaruhi oleh apa yang dilihatnya dalam televisi. Efek kognitif dari tayangan kekerasan ditelevisi meliputi pengetahuan teknis tiap individu akan tidak kekerasan individu yang menonton tayangan kekerasan akan mengetahui bagaimana gaya berkelahi. Efek kognitif  tayangan kekerasan berhubungan dengan penilaian individu mengenai realitas yang ditampilkan televisi dengan realitas sebenarnya.
b.      Aspek afektif
Tayangan kekerasan dan kekerasan dilayar televisi, telah lama menimbulkan kegelisahan. Menurut penelitian, remaja yang telah menonton tayangan kekerasan dilayar televisi mengalami susah tidur, karena terbayang peristiwa tersebut. Fenomena tersebut menggambarkan meningkatnya kecemasan pada diri seseorang sesudah menonton tanyangan kekerasan, hal ini berarti bagaimana empati tiap individu mengenai kekerasan yang terjadi pada realitas ditelevisi dengan realita nyata, terutama kepada korban atau perilaku kekerasan. Media televisi dapat memberikan efek yang tajam dari tayangan kekerasan terhadap khalayak salah satunya yakni desensitization effects. Berkurang atau hilangnya kepekaan kita terhadap kekerasan itu sendiri.
c.       Aspek konatif
Perilaku meniru adegan kekerasan yang ditayangkan ditelevisi, dimana suatu kejahatan yang dilaporkan dimedia kemudian ditiru oleh individu. Lebih lanjut dijelaskan oleh Sugihartono (dalam Taylor (2009:7) bahwa persepsi dipengaruhi oleh:
·         Pengetahuan, pengalaman atau wawasan individu
·         Kebutuhan individu
·         Kesenangan dan hobi individu
·         Kebiasaan atau pola hidup sehari-hari
d.      Aspek Behavioral (perilaku)
Merupakan aspek tentang Behavioral (perilaku), dampak dari tayangan kekerasan ditelevisi dapat mempengaruhi perilaku masyarakat.
 Menurut Suminar (2004:160) ada beberapa aspek yaitu aspek fisik, aspek psikologis, aspek sosial dan aspek ekonomi.
a.        Aspek fisik : terjadi pola kehidupan
b.      Aspek psikologis : berupa perasaan ketakutan, muncul gejala depresi, merasa tidak berdaya, menurunya gairah untuk menjalani  kehidupan sehari- hari, bahkan muncul keinginan  untuk mengakhiri hidup.
c.       Aspek sosial : timbul perasaan malu terhadap orang lain dan terbatasnya interaksi dengan orang lain.
d.      Aspek ekonomi : korban harus mengeluarkan biaya untuk pengobatan fisik  dan kesulitan untuk    memenuhi  kebutuhan hidup.
Menurut Baron dan Byrne (2005:140-141) ada beberapa aspek agresivitas remaja diantaranya:
a.       Agresi fisik.
Perilaku yang dimaksudkan menyakiti fisik individu lain. Misalnya: memukul, menendang.
b.      Agresi verbal
 Perilaku yang dimaksud mengancam, memaki, dll.
c.       Agresi pasif
Perilaku dimaksudkan menyakiti individu lain tapi tidak dengan fisik ataupun verbal melainkan dengan menolak bicara, tidak menjawab pertanyaan dan tidak peduli.
Berdasarkan diatas dapat disimpulkan bahwa persepsi terhadap tayangan kekerasan di televisi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi kepada individu yang mengaitkan aspek persepsi yaitu aspek kognitif, afektif, konatif, dan behavioral (perilaku), aspek fisik, aspek psikologi, aspek sosial, aspek ekonomi, agresi verbal dan agresi pasif.
C.    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Agresivitas
Baron dan Byrne (2003:533) menyatakan ada 2 kondisi penyebab timbulnya agresivitas remaja, yaitu kondisi internal dan kondisi eksternal.
Kondisi internal terdiri dari:
a.       Kepribadian
Keseluruhan cara seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain.
b.      Hubungan Interpersinal
Sebagai hubungan yang erat yang terjadi antara dua individuatau lebih
c.       Kemampuan
kesanggupan, kecakapan, kakuatan kita berusaha dengan diri sendiri atau  kemampuan sebagai suatu dasar seseorang yang dengan sendirinya berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan secara efektif atau sangat berhasil
Kondisi eksternal terdiri dari:
a.       Frustasi
Penyebab yang sangat kuat dari agresi  atau kegagalan dalam mencapai tujuan
b.      Profokasi
Tindakan oleh orang lain yang cenderung memicu agresi pada diri si penerima, sering kali karena tindakan tersebut di persepsikan berasal dari maksud yang jahat
c.       Model yang kurang baik
Orang yang melakukannya tidak ingin atau tidak dapat melakukan agresi terhadap sumber provokasi awal
 Afiati (2002:25) menyebutkan beberapa faktor penyebab timbulnya perilaku agresif, diantaranya yaitu:
a.       Faktor keluarga
Kondisi keluarga dapat memicu timbulnya perilaku agresif remaja, antara lain sikap penolakan     orang tua terhadap anak, komunikasi yang kurang baik antara orang tua dan anak, tidak konsistennya orangtua dalam menerapkan aturan dan disiplin sehingga anak mengalami kegagalan dalam mengembangkan identitas diri, kondisi keluarga yang tidak menyenangkan, dan lain- lain.
b.      Faktor media massa
Banyak penelitian yang mengungkap bahwa media massa, khususnya televisi, yang menampilkan adegan kekerasaan dan kejahatan turut berperan dalam memunculkan perilaku agresif remaja, karena remaja suka meniru adegan kekerasan yang dilihatnya di televisi. Semakin banyak remaja menonton kekerasan melalui televisi, maka tingkat agresi remaja akan semakin meningkat pula.
 Menurut Dariyo (2004:109) menyebutkan beberapa faktor penyebab timbulnya perilaku agresif, diantaranya yaitu:
a.       Kondisi keluarga yang berantakan (broken home).
Keluarga yg integritas, hubungan akrab, dan solidaritasnya telah rusak oleh ketegangan dan konflik
b.      Kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua.
Akibat dari kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua mempengaruhi tingkat agresif remaja
c.       Status sosial ekonomi orang tua yang rendah.
 Dimana akibat status sosial ekonomi orangtua rendah, remaja akan semakin melukai orang lain dan akan meningkatkan perilaku agresif dalam situasi hidup sehari- hari
d.      Penerapan disiplin keluarga yang tidak tepat (kurang).
Dari kurangnya perilaku disiplin dalam keluarga, remaja akan bertingkah laku agresif karena kurangnya binaan dari orangtua
Berdasarkan diatas dapat disimpulkan bahwa agresivitas merupakan konsep dinamis yang terkait dengan perkembangan individu. Beberapa faktor penyebab agresivitas antara lain: Kondisi keluarga yang berantakan, kurangnya perhatian dan kasih sayang orangtua, status sosial ekonomi orangtua yang rendah, penerapan disiplin keluarga yang tidak tepat, dan pengaruh sosial budaya dalam kehidupan sosialisasi individu. Dan dari faktor keluarga, faktor media massa, faktor internal dan eksternal.